Rabu, 01 Mei 2013

Kisah Seorang Ojek Payung

Hujan rintik-rintik datang membasahi kepala saya, tanpa berpikir panjang lagi, saya pun berlari mencari tempat untuk berteduh. Malam hari begitu dingin dan didampingi dengan hujan yang makin lebat. Disela-sela dinginnya malam itu
Saya menemukan sebuah objek sasaran yang menarik, ya objek tersebut ialah ojek payung. “Payung kak,” begitulah kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Sekilas melihat payung yang mereka pinjamkan dengan postur tubuh mereka, tidaklah sesuai.
Rata-rata yang menjadi pelaku ojek payung ini sendiri ialah mereka yang masih berada di bangku SD-SMP dan tidak memiliki biaya untuk sekolah, bahkan ketika saya sempat mewawancarai dengan singkat, mereka mengatakan bahwa sehari penghasilan mereka hanya cukup untuk biaya makan. Rata-rata penghasilan mereka per hari ialah Rp20.000-Rp30.000 dan itu pun hanya tergantung dengan kondisi cuaca. Apakah hujan atau tidak ? Apabila tidak hujan, mereka memiliki pekerjaan sampingan dengan menjadi buruh bangunan atau menjadi bekerja menjadi pembantu rumahan.
 Saya sempat bertanya di mana mereka tinggal dan bersama siapa? Setelah saya menindaklanjuti wawancara singkat saya dengan mereka, hal yang sungguh mengejutkan ternyata di bagian Lippo Karawaci juga terdapat daerah yang belum tersentuh atau dapat disebut sebagai daerah non-elit.
Menurut saya, gambaran Ojek payung sendiri ialah sebuah gambaran ironis. Yang kaya semakin kaya (dalam artian mereka yang melakukan tindakan korupsi), sedangkan mereka yang bekerja keras dan jujur seringkali dituduh dan ditindas.
Gambaran Ojek Payung ini sendiri saya angkat agar kita semua sebagai orang yang lebih berkecukupan dapat membantu sesama kita untuk meneruskan generasi bangsa kita yang sudah bobrok ini, terutama dalam segi pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar